Kalau sudah tercabar, rasanya panas di dada. Harus dapat! Harus berhasil! Harus dapat markah tertinggi! Harus menang! Harus menguasi keterampilan itu! Harus…….! Timbul semangat baru untuk berusaha belajar lebih kuat. Pernahkah anda sebagai pelajar merasa tercabar?
Begitulah, akan bergejolak rasa di dada setiap pelajar yang merasa tercabar oleh pembelajaran seorang guru yang pandai melibatkan emosi muridnya. Guru harus pandai membuat seluruh pelajarnya merasa tercabar. Guru harus pandai memunculkan “rasa gatal”, “rasa tergelitik”, “rasa penasaran”, dan memicu pelajar untuk berusaha berfikir kembali, mengutak-atik bahan ajaran dan tugas belajar dengan cara baru.
Berbagai langkah dapat dilakukan untuk membuat mereka merasa tercabar untuk boleh, tercabar untuk berhasil, tercabar untuk mendapat markah tertinggi, tercabar untuk menguasai suatu kemahiran, tercabar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan oleh guru. Misalnya, menyodorkan kepada pelajar isu-isu yang bersifat kontroversi. Boleh juga dilakukan dengan membuat pendapat-pendapat yang berlawanan dengan teori yang diakui, tetapi pendapat-pendapat yang dibuat tersebut harus nampak logik di mata pelajar. Sebagai contoh, pelajar diberikan pertanyaan-pertanyaan pengarah, dan atau pertanyaan-pertanyaan penguji. Dengan cara ini, secara serta merta pelajar biasanya akan tercabar untuk menyanggah pendapat tersebut, dan atau mempertahankan teori yang menurut mereka benar.
Cara ini boleh membuat pelajar menjadi ragu sesaat, dan akhirnya mereka akan mencuba mengulang kaji . Proses kaji ulang ini sangat baik dan penting dalam pembelajaran yang konstruktif bagi proses berfikir pelajar. Sebuah konsep, prinsip, teori, atau hukum akhirnya akan dielaborasi secara mendalam oleh pelajar. Akan ada tahap ketidakseimbangan menuju tahap keseimbangan, sesuai dengan prinsip konstruktivisme sebuah pembelajaran. Umpan berupa isu yang bersifat kontroversi, pendapat-pendapat yang sekilas nampak logik tetapi bertentangan dengan teori akan melatih keterampilan dan kemampuan berfikir kritis pelajar. Terpenting, semuanya berlaku secara alamiah tanpa paksaan kerana pelajar merasa tercabar dan perasaan tersebut muncul dari dalam diri mereka sendiri.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan tugas dengan sedikit divariasi dari versi sebelumnya yang telah pelajar kuasai. Tugas atau keterampilan diberikan pada tahap sedikit lebih tinggi tingkat kesulitan atau kerumitannya. Tugas dan keterampilan di sini dapat berupa aktiviti fizikal maupun aktiviti mental, ataupun variasi keduanya. Boleh juga dengan mengaitkan tugas tersebut dengan tugas atau keterampilan lama (dari bahan ajaran sebelumnya: bulan lalu, semester lalu, tahun lalu) yang telah mereka kuasai. Kemudian beri kesempatan kepada pelajar untuk “mempertontonkan” hasil usaha belajarnya dalam bentuk “cara mudah”, atau “hasil pemikiran kreatif” mereka kepada seluruh kelas.
Pemberian kata-kata penyuntik semangat, dan atau pemberian nilai tambahan pada pelajar yang berhasil menyelesaikan suatu tugas atau soal latihan tertentu dengan cepat dan tepat juga dapat memicu munculnya rasa tercabar dalam diri pelajar. Walaupun demikian, cara-cara seperti yang disebutkan terakhir ini sebaiknya tidak terlalu sering dilakukan. Cara yang terakhir ini hanya sebagai variasi lain dalam pembelajaran untuk membuat pelajar membuat merasa tercabar terhadap pembelajaran yang berlangsung.
-Hanya sekadar teori yang terbit dari pembacaan, bukan dari aplikasi yang terlalu kurang sokongan. Mungkin sistem yang mengajar kita untuk tidak mengamalkan teori tersebut.
No comments:
Post a Comment