BERUSAHA TANGGA JAYA ...
“Kalian bakal bercita-cita menjadi pemimpin dan itu akan menjadi penyesalan di hari kiamat. Maka senikmat-nikmat kepemimpinan adalah saat seseorang menyusu darinya (menjawatnya), dan secelaka-celakanya adalah saat orang melepaskan penyusuannya” (HR. Bukhari).
Kekuasaan dalam batas tertentu tidak sama halnya dengan kekuatan. Bagi yang sedang berkuasa, suaranya saja boleh menggerakkan banyak orang, menghasilkan banyak bangunan, menghasilkan harta berlimpah, dan juga memunculkan keadilan. Itulah sebabnya, orang tua pun boleh lupa pada usianya dan orang lemah lupa pada kelemahannya, ketika muncul cita-cita ingin meraih kekuasaan. Padahal, tidak sedikit orang yang meskipun sedang memegang kekuasaan masih tidak berdaya.
Sebahagian peneraju kekuasaan tidak berdaya menciptakan kemakmuran, keadilan, dan kepedulian bagi rakyatnya. Rakyat hidup tidak terperhatikan, sehingga hidup bagaikan tanpa pemimpin. Inilah keadaan yang sangat dikuatirkan oleh para peneraju kekuasaan beriman, seperti Khalifah Umar bin Khattab r.a. Kerana takutnya, Umar sentiasa berusaha memastikan sendiri keadaan rakyatnya dengan cara memasuki kawasan-kawasan pemukiman.
Ada juga pemimpin yang tidak berdaya menghadapi ketidakmampuan dirinya sendiri, isterinya tidak terkawal. Sudah tidak mampu, pendapat orang lain pun tidak ingin didengar. Akibatnya, pemimpin menjadi sumber malapetaka bagi rakyatnya. Hal ini demikian ,dikuatirkan antara lain oleh Khalifah Abu Bakar Shiddiq r.a., sehingga beliau memulai masa kekuasaannya dengan mengajak rakyatnya untuk tidak segan-silu memberi pelbagai input kepadanya.
Hal-hal seperti ini sepatutnya dicontoh, terutama, oleh orang-orang yang sedang berkuasa atau yang bercita-cita untuk meraih kekuasaan. Sebab, kekuasaan yang hanya berdasarkan cita-cita opurtunis tetapi tidak dikelola sesuai amanah, akan menjadi penyesalan dahsyat.
D'olah kembali: wannyusoff
No comments:
Post a Comment