Sunday, April 24, 2011

INDAHNYA BERAKHIR DENGAN HUSNUL KHATIMAH

اللهم اختم لنا بحسـن الخاتمة ولا تختم علينا بسـوء الخاتمة
“Ya Allah, akhirilah hidup kami dengan husnul-khatimah (akhir yang baik), dan jangan Kau akhiri hidup kami dengan suu-ul-khatimah (akhir yang buruk)”

* *  *   Tanda – tanda Husnul Khatimah: [1] Mengucapkan syahadat menjelang kematiannya, [2] Meninggal dalam keadaan berkeringat di dahi (keningnya), [3] Meninggal pada malam Jum’at atau siangnya, [4] Mati syahid di medan jihad, [5] Mati sebagai tentara di jalan Allah, [6] Meninggal dengan sebab sakit tha’un (pes/sampar), [7] Meninggal dengan sebab sakit perut, [8] Meninggal karena tenggelam, [9] Meninggal karena keruntuhan bangunan, [10] Seorang wanita yang meninggal di dalam masa nifasnya yaitu meninggal karena melahirkan anaknya, [11] Meninggal dengan sebab terbakar, [12] Meninggal dengan sebab sakit dzatul jambi (radang selaput dada), [13] Meninggal dengan sebab sakit paru-paru (TBC), [14] Meninggal dalam rangka mempertahankan harta yang akan dirampas, [15-16] Meninggal dalam rangka mempertahankan agama dan jiwa, [17] Mati sebagai murabith (pasukan yang berjaga di daerah perbatasan) di dalam perang di jalan Allah, [18] Meninggal di atas amalan shalih. ***
KEMATIAN ITU SUATU KEPASTIAN ?
Perumpamaan hidup di dunia, seperti dipaparkan al-Hafizh Ibnu Hajar, bagaikan seorang budak yang diutus tuannya ke kota lain untuk menunaikan suatu tugas, setelah selesai tentunya harus segera kembali bukannya berlama-lama di kota itu. Kalau budak itu berusaha me-larikan diri dari tuannya dan bersembunyi di kota tersebut, tentu akan dicari dan dipaksa pulang kembali.
Begitu pun kehidupan ini. Setiap yang bernyawa akan mati, manusia yang asal-usulnya dijadikan dari tanah kepada tanahlah juga akan dikembalikan. Firman Allah,“Dari bumilah Kami ciptakan kamu, dan ke dalamnya Kami akan mengembalikan kamu dan darinya pula Kami akan mengeluarkan kamu sekali lagi.” (Thaha:55)
Oleh kerana itu sayang kalau kita jadi lupa bahwa kematian itu tetap akan menemui setiap orang, tiada yang mampu menghindar darinya. Bukankah Allah ‘azza wa jalla telah berfirman,
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (‘Ali Imran:180)
Tidak semestinya seorang muslim berasyik-masyuk, dan ini bukan hal yang mudah, dengan kehidupan dunia sehingga lalai dan lupa akan akhirat, padahal akhirat itulah yang kekal abadi. Di sinilah perlunya peringatan, dan Allah telah membentangkan berbagai peringatan kepada manusia. Tetapi manusia sering tidak menyedari peringatan-peringatan itu. Atau sengaja tidak mau tahu? Di antara peringatan Allah ‘azza wa jalla itu ialah umur yang semakin bertambah, munculnya uban, kurang penglihatan, kurang pendengaran dan sakit. Sering dilupakan orang bahwa dirinya datang ke dunia dalam kondisi lemah, suatu saat akan kembali menjadi lemah tanpa daya.
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari kadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan le-mah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) itu sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban.Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Al-Rum:54)
Seperti bayi yang baru lahir tidak dapat berbuat apa-apa, tua renta dan kematian pun adalah kondisi yang kental dengan kelemahan. Terutama kelemahan saat menghadapi sakaratul maut (kesukaran mati). Sakaratul maut yang menjadi gerbang keluar dari dunia begitu dahsyat hingga tidak sekadar melemahkan jazak tapi juga akal. Akhir kehidupan yang sangat dahsyat yang menunggu manusia; seharusnya menyedarkan bahwa dirinya bukanlah tubuh semata, melainkan jiwa yang “dibungkus” dalam tubuh. Manusia harus faham akan kematian tubuhnya –yang ia cuba untuk miliki seakan-akan mau hidup selamanya di dunia yang sementara ini. Tubuh yang dianggapnya sangat penting ini akan membusuk serta menjadi makanan cacing suatu hari nanti dan berakhir menjadi kerangka. Mungkin saja hal tersebut segera terjadi.
INGATLAH KEMATIANMU
Ada satu kepastian di antara ketidakpastian dalam kehidupan manusia. Sedar atau tidak, manusia sesungguhnya menuju kepadanya. Tidak perduli apakah ia siap atau tidak, tua atau muda, cepat atau lambat. Bagi sebagian manusia, ia hanyalah proses alamiah dalam sebuah kehidupan. Menjadi akhir peristirahatan dari segala kegalauan. Bagi sebagian lain ia adalah awal dari sebuah kehidupan. Itulah kematian.Tiap hari kematian itu hadir di sekitar kita. Merenggut nyawa tetangga, teman, kerabat, bahkan anggota keluarga. Tetapi…ternyata mental manusia cenderung untuk tidak mempedulikannya. Kebanyakan orang melihat kematian begitu jauh dari dirinya. Walau ada saja orang yang segar bugar tiba-tiba mati. Ada yang mati di atas ranjangnya, di tempat sholatnya, di jalan raya, atau bahkan di tempat-tempat maksiat. Tetap saja orang berfikiran, belum saatnya mati dan masih ada hari esok untuk hidup di dunia. Padahal kecelakaan yang merenggut si A yang buru-buru ke pejabat pun boleh kita alami.
Sungguh bagi orang-orang cerdas kematian adalah panglima nasihat dan guru kehidupan. Sedikit saja lengah dari memikirkan kematian, maka ia telah kehilangan guru terbaik dalam hidupnya. “Cukuplah kematian itu sebagai penasihat.” (Hadits Thabrani dan Baihaqi)
Kalau kita melupakan kematian bagaimana mungkin menjadikannya sebagai penasihat? Seperti buku yang berisi banyak informasi penting, bagaimana kita boleh mendapatkan informasi kalau buku itu diabaikan tanpa dibaca. Karena itulah Rasulullah berberpesan kepada kita agar senantiasa mengingat kematian.
Sungguh sekiranya kalian mau memperbanyak untuk mengingat ‘pemutus kelezatan’, apa yang aku lihat [tertawa dan perkataan sia-sia] telah menyibukkan kalian. Perbanyakanlah untuk mengingat ‘pemutus kelezatan, yakni kematian.”
Hal itu beliau sabdakan saat menyaksikan banyak orang yang tenggelam asyik dalam perkataan sia-sia ditingkahi dengan gelak tawa. Betapa hairan Rasulullah Shallallaahu’alaihi wasallam melihat pemandangan demikian. Bukankah orang muslim itu mesti sadar betul bahwa dirinya akan mati, dan kematian itu sering datang secara tiba-tiba. Al-Imam Syafi’i memberikan sebuah nasihat, “Tidak sepatutnya seorang mukmin lalai dari mengingat mati dan menyiapkan diri untuk menyambutnya.”

#Di kutip dr.blog panglima7 dan ibnujafar

No comments:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...