Sunday, August 7, 2011

SUBHANALLAH, HEBATNYA PUASA RAMADHAN

Ibadah kebanggaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala
               Ramadhan adalah bulan suci yang penuh berkah, rahmat, dan maghfirah Allah SWT. Di bulan ini, kaum muslimin dengan beragam keadaan dan latar belakangnya melakukan ibadah wajib puasa Ramadhan. Selain itu, mereka juga tekun mengerjakan ibadah-ibadah sunah seperti solat tarawih dan witir, tadarus Al-Qur’an, sedekah, I’tikaf, umrah, dan banyak lainnya.
Orang-orang yang biasanya sulit mengerjakan solat wajib lima waktu secara rutin, malas membaca Al-Qur’an, tidak pernah melakukan puasa sunnah, dan jarang sekali membantu fakir-miskin; secara ajaib di bulan suci ini berubah lebih baik. Masjid-masjid penuh dengan jama’ah sholat wajib dan tarawih serta witir. Tilawah Al-Qur’an mendengung indah di masjid, pejabat, sekolah, rumah sakit, pasar, dan rumah-rumah. Infak dan sedekah terasa ringan mereka keluarkan. Tak sedikit orang yang rela meluang waktu, tenaga, dan hartanya untuk melaksanakan umrah ke Tanah Haram.

Di sisi lain, angka kemaksiatan dan kemungkaran berkurangan. Mereka begitu menjaga lisannya, khawatir bila mengumpat atau berbohong. Tidak sedikit yang melalui waktu luangnya dengan menghadiri pengajian. Bahkan, racun seribu bisa bernama rokok yang selama ini menjadi menu utama harian, dapat ditinggalkan paling tidak di siang hari.

Kesan bulan Ramadhan dalam merubah perilaku kaum muslimin sungguh luar biasa. Ajaib. Spektakuler. Mengagumkan. Bulan Ramadhan memang sangat berbeza dengan buan-bulan lain. Padahal dalam bulan lain, kaum muslimin juga melaksanakan sholat, sedekah, umrah, haji, dan tilawah Al-Qur’an. Namun, kenapa kesannya tidak sehebat bulan Ramadhan dalam memperbaiki iman dan akhlak kaum muslimin? Gerangan apakah yang membezakan Ramadhan dengan sebelas bulan lainnya?
Salah satu jawapan utamanya adalah puasa Ramadhan itu sendiri. Dalam hadits qudsi dijelaskan bahwa puasa Ramadhan adalah ibadah yang sangat istimewa. Begitu istimewanya, sehingga ‘hak jenama’nya milik Allah SWT semata. Allah SWT pula yang akan memberikan balasannya secara langsung, kerana pahalanya begitu besar, tidak dapat lagi dihitung oleh manusia. Hal demikian itu  dijelaskan dalam hadits-hadits berikut ini …

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : (( قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ا بِهِ ، وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلا يَرْفُثْ وَلا يَصْخَبْ ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ : إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ وَالَّذِي نَفْبْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِيسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ ، لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ ، وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ )

Dari Abu Hurairah RA. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT berfirman: “Semua amal kebajikan manusia itu milik dirinya sendiri, kecuali puasa. Puasa itu milik-Ku dan Aku sendiri yang akan memberinya balasan.” Rasulullah SAW bersabda kembali: “Puasa adalah perisai. Maka jika salah seorang di antara kalian sedang melakukan puasa, janganlah ia melakukan hal yang buruk dan jangan pula berteriak-teriak. Jika seseorang mencaci makinya atau mengganggunya, maka hendaklah ia menjawab: ‘Aku sedang melakukan puasa.’ Demi Allah Yang nyawaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum dari bau minyak wangi. Orang yang melakukan puasa memiliki dua kegembiraan; ia gembira saat berbuka dan ia gembira dengan puasanya saat bertemu dengan Rabbnya.” (HR. Bukhari )

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : (( كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ ))

Dari Abu Hurairah RA. dari Nabi SAW bersabda, “Semua amal kebajikan manusia menjadi miliknya.” (Allah SWT berfirman:) “Kecuali puasa, kerana sesungguhnya puasa adalah milik-Ku semata dan Aku sendiri yang akan memberinya balasan.” (HR. Bukhari)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي ، لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ ))

Dari Abu Hurairah RA. berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Semua amal kebajikan manusia dilipat gandakan. Satu amal kebajikan dibalas sepuluh kali ganda sampai tujuh ratus kali ganda.” Allah SWT berfirman: “Kecuali puasa, kerana sesungguhnya puasa adalah milik-Ku semata dan Aku sendiri yang akan memberinya balasan. Ia rela meninggalkan syahwatnya dan makanannya kerana Aku SWT semata.” Rasulullah SAW kembali bersabda, “Orang yang melakukan puasa memiliki dua kegembiraan; kegembiraan saat berbuka dan kegembiraan saat bertemu dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum dari bau minyak wangi.” (HR. Muslim,   Tirmidzi , An-Nasai , Ibnu Majah , Ahmad , dan Ad-Darimi)

Saudaraku seislam dan seiman….
Ada  hal menarik dalam hadits-hadits di atas untuk kita kaji antaranya. Pertama, apakah maksud dari ‘puasa adalah milik-Ku’? Kedua, apakah maksud dari ‘Aku sendiri yang akan membalasnya’?

Puasa adalah milik-Ku
Sebenarnya semua amal kebajikan adalah milik Allah SWT. Allah SWT yang mengajarkan dan memerintahkannya kepada umat manusia. Lalu, ada rahsia apakah di balik penisbahan amalan puasa kepada Allah SWT semata?
Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i dan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani Asy-Syafi’I menyebutkan perbezaan pendapat ulama dalam memahami makna penggalan lafal hadits ini. Para ulama mencuba memberikan jawapan atas teka-teki ini. Imam An-Nawawi menyebutkan di antara jawaban mereka adalah sebagai berikut:
  1. Sebahagian ulama menyatakan bahwa tiada sembahan selain Allah yang disembah oleh umat manusia dengan ibadah puasa. Selama kurun perjalanan sejarah umat manusia, orang-orang kafir menyembah apa yang mereka yakini sebagai tuhan dengan cara sujud, ruku’, sedekah, menyembelih korban, dan lain-lain. Namun mereka tidak pernah menyembah tuhan mereka dengan cara puasa. Hanya orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya yang melakukan puasa sebagai bentuk peribadatan kepada Allah SWT.
  2. Sebahagian ulama menyatakan bahwa puasa adalah ibadah tersembunyi sehingga lebih selamat dari kemungkinan riya’ (beramal sholih kerana ingin dilihat dan mendapat pujian manusia). Sementara ibadah-ibadah lain yang nampak lebih mungkin untuk terkena riya’. Seperti sholat, zakat, haji, sedekah, jihad, tilawah, dzikir, dan lain-lain.
  3. Imam Al-Khathabi menguraikan bahwa ibadah puasa menyebabkan hawa nafsu tidak mendapat kesempatan untuk dilampiaskan. Tiada keuntungan bagi hawa nafsu dalam puasa. Sehingga wajar apabila puasa dinyatakan milik Allah semata, bukan milik peribadi hamba atau hawa nafsunya.
  4. Sebahagian ulama lain menyatakan tidak makan dan minum adalah sifat Allah SWT. Maka hamba-Nya mendekatkan diri kepada-Nya dengan meniru sebahagian hal yang berkaitan dengan sifat kesempurnaan Allah SWT. Sekalipun, sifat Allah SWT jelas berbeza dengan sifat makhluk-Nya. Allah Maha Sempurna dan tiada sesuatu pun yang mampu menyerupai-Nya.
  5. Sebahagian ulama menyatakan bahwa hanya Allah SWT semata yang mengetahui kadar pahala dan berapa kali gandaan puasa akan dibalas. Adapun ibadah-ibadah yang lain telah Allah tunjukkan kadar pahalanya kepada sebahagian makhluk-Nya.
  6. Sebahagian ulama lain mengatakan bahwa penisbatan kepada Allah ini bertujuan untuk menunjukkan kemuliaan puasa. Puasa memiliki kedudukan mulia yang tidak dimiliki oleh ibadah-ibadah lainnya. Hal ini demikian seperti penisbatan unta kepada Allah dalam firman-Nya, “Ini adalah unta Allah.” (QS. Hud (11): 64), meskipun sebenarnya seluruh makhluk di alam semesta ini milik Allah SWT.
Satu hal yang pasti, hadits-hadits di atas menunjukkan besarnya keutamaan puasa dan menganjurkan kaum muslimin untuk melaksanakan puasa dengan ikhlas semata-mata kerana mengharap ridha Allah SWT. (Shahih Muslim bi-Syarh An-Nawawi, 8/29).

Aku sendiri yang akan membalasnya
Berikut ini penjelasan para ulama tentang makna penggalan teks hadits ‘Aku sendiri yang akan membalasanya ‘:
Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i berkata, “Lafal ‘Aku sendiri yang akan membalasnya’ merupakan sebuah penjelasan tentang besarnya keutamaan dan banyaknya pahala puasa. Kerana orang yang mulia jika memberitahukan bahwa ia sendiri yang akan memberi balasan, maka hal itu menunjukkan keluasan dan besarnya balasan yang akan dia berikan. (Syarh Shahih Muslim, 8/29)
Imam Al-Qurthubi Al-Maliki menulis, “Maksudnya adalah amal-amal kebajikan itu telah tersingkap kadar pahalanya bagi manusia, iaitu dilipat gandakan sepuluh sampai tujuh ratus kali ganda sampai jumlah gandaan yang dikehendaki oleh Allah SWt. Kecuali amalan puasa, kerana Allah memberinya balasan pahala yang tidak terhitung lagi. Makna ini ditegaskan oleh riwayat dalam Al-Muwatha’, demikian pula riwayat dari jalur A’masy dari Abu Shalih yang memakai lafaz:

كُلّ عَمَل اِبْنِ آدَمِ يُضَاعَف الْحَسَنَة بِعَشْرِ أَمْثَالهَا إِلَى سَبْعمِائَةِ ضِعْف إِلَى مَا شَاءَ اللَّه – قَالَ اللَّه – إِلا الصَّوْم فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِه

Semua amalan manusia dilipat gandakan. Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali ganda sampai gandaan yang dikehendaki oleh Allah. Allah SWT berfirman: “Kecuali puasa, kerana ia adalah milik-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.”

Maksudnya, Aku akan membalasnya dengan balasan yang banyak tanpa ditentukan kadarnya. Hal ini sebagaimana halnya maksud dari firman Allah SWT,

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar (39): 10)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Adapun kadar pahalanya tidaklah ada yang mengetahuinya selain Allah SWT. Hal ini juga dikuatkan oleh tradisi bahasa yang disimpulkan dari sabda Nabi SAW “Aku sendiri yang akan membalasnya.” Sesungguhnya jika orang yang dermawan telah berkata, “Aku sendiri yang akan menyerahkan bantuan”, maka hal itu menunjukkan besar dan banyaknya bantuan yang akan diberikan.

Imam Ibnu Abdil Barr juga berkata: “Cukuplah firman Allah ‘Puasa itu milik-Ku’ menunjukkan keutamaan puasa atas seluruh ibadah lainnya.” (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 4/129)

Imam Al-Munawi berkata: “Makna hadits ‘Aku sendiri yang akan membalasnya’ adalah Aku sendiri yang akan membalas pelakunya dengan Aku lipat gandakan balasannya tanpa dapat dihitung lagi. Aku akan membalas pelakunya dengan balasan yang banyak, dan Aku sendiri yang akan menyerahkan balasannya. Aku tidak akan mewakilkannya kepada malaikat atau siapa pun, kerana puasa adalah rahsia antara Aku dengan hamba-Ku. Kerana ia telah menahan dirinya dari memenuhi nafsu syahwatnya, maka ia dimuliakan dengan Allah sendiri yang menyerahkan balasannya.”

Qadhi ‘Iyadh Al-Maliki berkata: “Tidak ada yang mampu menghitung besarnya pahala puasa selain Allah SWT. Oleh kerananya, Allah SWT sendiri yang menyerahkan balasannya. Allah SWT tidak mewakilkannya kepada malaikat. Hal yang menyebabkan puasa memiliki keistimewaan ini adalah dua perkara:
  1. Seluruh bentuk ibadah lainnya dapat diketahui oleh hamba, sedangkan puasa adalah rahsia antara pelakunya dengan Allah SWT. Ia mengerjakannya ikhlas demi mencari wajah Allah semata, maka Allah pun memberi perlakuan yang istimewa ini selama ia tulus mencari ridha-Nya.
  2. Inti seluruh amal kebaikan adalah mencurahkan badan atau harta di jalan yang diredhai oleh Allah. Adapun puasa menundukkan hawa nafsu, menyebabkan kelemahan dan kepayahan badan, ditambah pedihnya rasa lapar dan mencekiknya rasa haus. Maka antara kedua jenis ibadah ini terdapat perbezaan yang besar. Puasa terus berlanjut tanpa ada putusnya, dilakukan semata-mata karena Allah, atau dengan taufiq dari Allah SWT. ” (Faidhul Qadir Syarh Jami’ Shaghir, penjelasan hadits no. 1970).
Kesimpulan
  1. Semua amal ibadah adalah milik Allah SWT dan hanya boleh ditujukan kepada Allah SWT. Namun secara khusus puasa dinyatakan ‘milik Allah” sebagai bentuk pemuliaan dan penghormatan dari Allah atas keagungan dan keberkahan puasa.
  2. Allah SWT sendiri yang akan menghitung pahala puasa dan memberikan balasan yang setimpal. Hal demikian itu kerana pahala puasa begitu banyak dan tidak dapat dihitung lagi. Maka Allah SWT tidak mewakilkan perhitungan pahala dan pemberian balasannya kepada makhluk-Nya, baik kepada malaikat maupun manusia.
Semoga kita dapat menunaikan puasa Ramadhan ini dengan ikhlas kerana mencari redha Allah SWT dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, sehingga kita termasuk golongan yang bertakwa di dunia dan beruntung di akhirat. Amin.

Wallahu A’lam bish-shawab.

 *Disunting dari arrahmah.

No comments:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...